Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Presiden Turki Recep Tayyib Erdogan perlu melakukan fungsi mediasi untuk mengajak faksi Fatah dan Hamas berdamai dalam penyelesaian konflik internal di Palestina. Jakarta bisa dijadikan episentrum pertemuan tersebut, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam menyelesaikan konflik Palestina Israel. "Pak Jokowi dan Erdogan bisa mengambil inisiatif pertemuan. Kalau Pak Jokowi mengundang Erdogan datang ke Jakarta, Jakarta akan menjadi episentrum perbincangan tentang perdamaian di seluruh dunia ini. Ini entry pointnya," kata Anis Matta.
Menurut Anis Matta, sebagai dua negara Islam yang besar, Indonesia dan Turki pasti akan didengar oleh semua kekuatan yang ada di Palestina. Indonesia harusnya bisa menjadi juru damai kekuatan kekuatan perlawanan yang ada di Palestina, khususnya antara Hamas dan Fatah. "Kita bisa undang Fatah, undang Hamas dan kelompok kelompok lain di Indonesia. Saya kira para pejuang Palestina setuju dengan ajakan itu," jelasnya. Anis Matta menegaskan, isu Palestina bisa menjadi titik masuk yang paling bagus untuk meningkatkan posisi diplomatik dan posisi kemanusiaan Indonesia
"Saya ingin meringkas posisi Indonesia dalam dua posisi. Pertama, posisi diplomatik dan posisi kemanusiaan. Tidak ada isu yang paling bisa menyatukan dunia Islam seperti isu Palestina," kata dia. Pada posisi diplomatik khususnya forum forum internasional seperti PBB, Indonesia harus menggugat tentang solusi dua negara (two state solution), serta kemungkinan upaya mendorong pembubaran negara zionis Israel meski tidak populer. Artinya, penyelesaian konflik harus berdasarkan prinsip prinsip yang sudah ditentukan. Sebab, kata Anis, solusi dua negara merupakan sikap awal pemerintah Indonesia sejak era Soekarno dalam upaya penyelesaian konflik Palestina Israel.
"Pada dasarnya kita setuju dengan solusi dua negara dan itu sikap Indonesia secara umum. Tapi, kalau kita membuat prediksi tentang masa depan negara ini, Indonesia pada dasarnya bisa ikut mempelopori perbincangan tentang hal itu," ujar dia. Sedangkan mengenai posisi kemanusiaan, pemerintah Indonesia seharusnya memberi bantuan kemanusiaan kepada Palestina. Sebab isu Palestina sekarang, bukan lagi sekedar isu agama, tapi berkembang lebih luas menjadi isu kemanusiaan "Saya ingat waktu saya masih jadi pimpinan DPR bidang anggaran, kita memberikan bantuan resmi dari APBN untuk Palestina. Bantuan lebih besar juga dari masyarakat dan pemerintah memfasilitasi mereka dengan cara memudahkan penggalangan dana dan juga mengantarkan mereka untuk menyalurkan dana tersebut," pungkasnya.
Mantan Diplomat Senior Imron Coton mendukung penuh ide Ketua Umum Partai Gelora Indonesia Anis Matta agar Indonesia lebih aktif meningkatkan perannya dalam menyelesaikan konflik Palestina Israel. "Saya senang sekali tadi Pak Anis Matta mengatakan Indonesia itu harus aktif. Saya juga setuju Indonesia setidak tidaknya menjadi penengah antara Hamas dan Fatah, sehingga ketika berhadapan dengan Israel, Hamas dan Fatah bisa bersatu," kata Imron. Hal itu, kata Imron, bagian dari peran Indonesia dalam menjaga ketertiban dunia dan menghapuskan seluruh penjajahan dari muka bumi karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan, seperti yang dilakukan Israel terhadap bangsa Palestina.
"Itu tugas konstitusi kita sebagai bagian dari masyarakat internasional, dan memberikan dukungan ke Palestina juga bagian dari solidaritas kemanusiaan. Indonesia juga penerima bantuan ketika tsunami dari Australia dan Amerika. Sebagai dubes, saya orang pertama yang memasukkan kontingan militer Australia untuk membantu tsunami Aceh," ungkapnya. Rektor Universitas Islam Internasional Indonesia Komaruddin Hidayat mengatakan, ide untuk mempertemukan Fatah dan Hamas di Jakarta merupakan tawaran yang realistik, karena diantara mereka selama ini saling curiga, sehingga tidak bisa bersatu dalam melakukan perlawanan terhadap Israel. "Orang Israel yang sehat dan waras juga sudah lelah. Dengan perang ini, APBN 70% untuk senjata dan mereka siang malam itu nggak bisa nyenyak tidurnya. Yang paling ditakuti Israel itu adalah senjata demografis dari Palestina, dimana setiap anak lahir itu, ibarat peluru kendali yang siap menyerang dan ditakuti," kata Komaruddin.
Ketua Bidang Kerjasama Luar Negeri Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yuli Mumpuni Widarso menambahkan, MUI sudah menggelar rapat dengan Walikota Hebron secara daring kemarin, untuk ikut menyelesaikan masalah Palestina. "Kami ngobrol ngobrol tadi malam (dua hari lalu, red), muncul ide untuk mempertemukan para ulama dari Fatah dan Hamas. MUI berinisiatif untuk menfaslitasi mempertemukan ulama ulama Fatah dan Hamas. Mudah mudahan dengan dukungan semua pihak, kita bisa melaksanakan ini," kata mantan Dubes Indonesia untuk Spanyol ini.